Rabu, 26 Oktober 2011

Arti Sosial itu,...



Menyatukan strata memang persoalan yang tak gampang, terlebih berhubungan dengan uang. Bagaimana struktur sosial masyarakatnya, bagaimana prilaku individu dalam masyarakat dan yang terpenting bagaimana kita menyikapi hal hal yang ada di masyarakat. Orang bilang hidup  dimasyarakat atau bersosial itu kewajiban, tapi menurut saya itu butuh keberanian. Ada alasan tertentu yang membuat saya berpikir demikian. Apa itu masyarakat? Bagaimana kita berjiwa sosial tinggi?
Beberapa tahun lalu saya mempelajari buku bidang sosiologi, yang mengupas habis apa itu masyarakat dan satuan satuannya, bahwa masyarakat adalah kelompok sosial yang saling berinteraksi satu sama lain dengan gejala gejalanya, prilaku serta perannya. Bagaimana seorang kriminal itu bisa ada, bagaimana anak jalanan itu muncul, bagaimana konglomerat berlalu lalang di rumah bordil, dan lukisan kegiatan sosial lainnya.
Banyak faktor yang harus kita kedepankan untuk menyatakan apakah kita sudah bermasyarakat dalam ari Sebenarnya. Yang saya katakan diawal ”butuh keberaniaan”. Orang bilang hidup dihutan berarti tak bersosial, ego tinggi tak punya jiwa jiwa segar dalam memehami arti hidup. Tapi bagi saya itu jauh lebih baik, bisa jadi individu yang demikian punya jiwa bebas dalam dirinya, ingin berbagi sesama orang miskin tapi tak mampu, maka ia mengambil jalan hidup dihutan bersama monyet dan ayam hutan yang jelas lebih sanggup untuk seseorang itu berbagi.
Apa arti jiwa sosial bagi anda bila anda bersekolah hanya menuruti guru saja, yang belum tentu paham bagaimana menjadi pendidik dan tak tahu bagaimana caranya mencetak insan bernilai. Atau bahkan percuma anda menjadi seorang militer, tentara, polisi atau apa saja sejenisnya bila anda belum bisa meneriakkan ketidaksanggupann anda menerima amanat pimpinan yang omong kosong dan belum jelas maksud serta tujuannya hanya karena menunggu tanggal muda memperoleh gaji dan tunjangan hidup.
Bersosial macam apa jika kita mengumbar umbar seberapa besar kita memberi sumbangan bahkan merayakan sesuatu dengan memberi sumbangan panti asuhan dengan mengundang keluarga, saudara, kerabat, teman, tetangga. Jelas makna yang dihadirkan hanyalah ”Pamer”.
Lalu apa arti hidup bermasyarakat itu?  bagaimana menghadirkan jiwa sosial itu? Jika semua kenyataan yang ada dinegara kita saling bergantung, saling menjatuhkan, saling anarki, dan manipulasi kebenaran. Bukankah dalam rahim ibu kita sebenarnya sudah bersosial mengalahkan ribuan sel telur yang bisa saja menjadi saudara kita, dan ketika lahir teriakan dan jeritan suara tangis kita menjadi bukti bahwa kita harus menjadi jiwa bebas merdeka. Keberanian apa yang mampu kita ambil jika salah satu dari kita hanya membentuk persaingan yanag berdiri diantara perbedaan, bukankah itu sia sia..
Saya dengan pemahaman bersosial yang saya punya menyatakan tak ingin, anak yang lahir dari rahimku serta murid muridku sekalian meneriakkan kebebasan dalam selimut saja, mengatakan mencintai sesama hanya di lisan saja. Biarlah kehidupan kehidupan sosial yang sekarang dijalani menjadi semakin kusut dan ruwet, tak bermakna.
Tapi dengan terus meyakini bahwa didepan akan ada jendela hati yang ketika terbuka akan mengungkapkan bahwa, inilah keberanian kami. Dan ketika ditutup akan terus hidup dalam ingatan.
Jadi apa inti dari kata kata ini hanya ingin menyatakan bahwa kehidupan sosial adalah keberanian, berani mengatakan tidak jika salah, berani melakukan tanpa menunggu perintah, berani menyatakan suatu keputusan atas sebuah pilihan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar