Menyatukan strata memang
persoalan yang tak gampang, terlebih berhubungan dengan uang. Bagaimana
struktur sosial masyarakatnya, bagaimana prilaku individu dalam masyarakat dan
yang terpenting bagaimana kita menyikapi hal hal yang ada di masyarakat. Orang
bilang hidup dimasyarakat atau bersosial
itu kewajiban, tapi menurut saya itu butuh keberanian. Ada alasan tertentu yang
membuat saya berpikir demikian. Apa itu masyarakat? Bagaimana kita berjiwa
sosial tinggi?
Beberapa tahun lalu saya
mempelajari buku bidang sosiologi, yang mengupas habis apa itu masyarakat dan
satuan satuannya, bahwa masyarakat adalah kelompok sosial yang saling
berinteraksi satu sama lain dengan gejala gejalanya, prilaku serta perannya.
Bagaimana seorang kriminal itu bisa ada, bagaimana anak jalanan itu muncul,
bagaimana konglomerat berlalu lalang di rumah bordil, dan lukisan kegiatan
sosial lainnya.
Banyak faktor yang harus kita kedepankan untuk
menyatakan apakah kita sudah bermasyarakat dalam ari Sebenarnya. Yang saya
katakan diawal ”butuh keberaniaan”. Orang bilang hidup dihutan berarti tak
bersosial, ego tinggi tak punya jiwa jiwa segar dalam memehami arti hidup. Tapi
bagi saya itu jauh lebih baik, bisa jadi individu yang demikian punya jiwa
bebas dalam dirinya, ingin berbagi sesama orang miskin tapi tak mampu, maka ia
mengambil jalan hidup dihutan bersama monyet dan ayam hutan yang jelas lebih
sanggup untuk seseorang itu berbagi.
Apa arti jiwa sosial bagi anda
bila anda bersekolah hanya menuruti guru saja, yang belum tentu paham bagaimana
menjadi pendidik dan tak tahu bagaimana caranya mencetak insan bernilai. Atau
bahkan percuma anda menjadi seorang militer, tentara, polisi atau apa saja
sejenisnya bila anda belum bisa meneriakkan ketidaksanggupann anda menerima
amanat pimpinan yang omong kosong dan belum jelas maksud serta tujuannya hanya
karena menunggu tanggal muda memperoleh gaji dan tunjangan hidup.
Bersosial macam apa jika kita mengumbar umbar
seberapa besar kita memberi sumbangan bahkan merayakan sesuatu dengan memberi
sumbangan panti asuhan dengan mengundang keluarga, saudara, kerabat, teman,
tetangga. Jelas makna yang dihadirkan hanyalah ”Pamer”.
Lalu apa arti hidup bermasyarakat itu? bagaimana menghadirkan jiwa sosial itu? Jika semua kenyataan yang ada dinegara kita
saling bergantung, saling menjatuhkan, saling anarki, dan manipulasi kebenaran.
Bukankah dalam rahim ibu kita sebenarnya sudah bersosial mengalahkan ribuan sel
telur yang bisa saja menjadi saudara kita, dan ketika lahir teriakan dan
jeritan suara tangis kita menjadi bukti bahwa kita harus menjadi jiwa bebas
merdeka. Keberanian apa yang mampu kita ambil jika salah satu dari kita hanya
membentuk persaingan yanag berdiri diantara perbedaan, bukankah itu sia sia..
Saya dengan pemahaman
bersosial yang saya punya menyatakan tak ingin, anak yang lahir dari rahimku
serta murid muridku sekalian meneriakkan kebebasan dalam selimut saja,
mengatakan mencintai sesama hanya di lisan saja. Biarlah kehidupan kehidupan
sosial yang sekarang dijalani menjadi semakin kusut dan ruwet, tak bermakna.
Tapi dengan terus meyakini bahwa didepan akan ada
jendela hati yang ketika terbuka akan mengungkapkan bahwa, inilah keberanian
kami. Dan ketika ditutup akan terus hidup dalam ingatan.
Jadi apa inti dari kata kata ini hanya ingin menyatakan
bahwa kehidupan sosial adalah keberanian, berani mengatakan tidak jika salah,
berani melakukan tanpa menunggu perintah, berani menyatakan suatu keputusan
atas sebuah pilihan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar